Tantangan Ekonomi Syariah Dan Peranan Ekonom
Muslim
Kemunculan ilmu Islam ekonomi modern di panggung internasional, dimulai
pada tahun 1970-an yang ditandai dengan kehadiran para pakar ekonomi Islam
kontemporer, seperti Muhammad Abdul Mannan, M. Nejatullah Shiddiqy, Kursyid
Ahmad, An-Naqvi, M. Umer Chapra, dll. Sejalan dengan itu berdiri Islamic
Development Bank pada tahun 1975 dan selanjutnya diikuti pendirian lembaga-lembaga perbankan dan keuangan Islam lainnya di
berbagai negara. Pada tahun 1976 para pakar ekonomi Islam dunia berkumpul untuk
pertama kalinya dalam sejarah pada International Conference on Islamic
Economics and Finance, di Jeddah.
Di Indonesia, momentum kemunculan
ekonomi Islam dimulai tahun 1990an, yang ditandai berdirinya Bank Muamalat
Indoenesia tahun 1992, kendatipun benih-benih pemikiran ekonomi dan keuangan
Islam telah muncul jauh sebelum masa tersebut. Sepanjang tahun 1990an
perkembangan ekonomi syariah di Indonesia relatif lambat. Tetapi pada tahun
2000an terjadi gelombang perkembangan yang sangat pesat ditinjan dari sisi
pertumbuhan asset, omzet dan jaringa kantor lembaga perbankan dan keuangan
syariah. Pada saat yang bersamaan juga mulai muncul lembaga pendidikan tinggi
yang mengajarkan ekonomi Islam, walaupun pada jumlah yang sangat terbatas,
antara lain STIE Syariah di Yogyakarta (1997), D3 Manajemen Bank Syariah di
IAIN-SU di Medan (1997), STEI SEBI (1999) , STIE Tazkia (2000), dan PSTTI UI
yang membuka konsentrasi Ekonomi dan Keuangan Islam, pada tahun 2001.
Lima tantangan dan problem besar
Namun demikian, sesuai dengan perkembangan ekonomi global dan semakin
meningkatnya minat masyarakat terhadap ekonomi dan perbankan Islam, ekonomi
Islam menghadapi berbagai permasalahan dan
tantangan-tantangan yang besar. Dalam usia yang masih muda tersebut,
setidaknya ada lima problem dan tantangan yang dihadapi ekonomi Islam saat
ini, pertama, masih minimnya pakar ekonomi Islam berkualitas yang menguasai
ilmu-ilmu ekonomi modern dan ilmu-ilmu syariah secara integratif. . Kedua, ujian
atas kredibiltas sistem ekonomi dan keuangannya, ketiga, perangkat peraturan,
hukum dan kebijakan, baik dalam skala nasional maupun internasional masih belum
memadai . Keempat, masih terbatasnya perguruan Tinggi yang mengajarkan ekonomi
Islam dan masih minimnya lembaga tranining dan consulting dalam bidang ini,
sehingga SDI di bidang ekonomi dan keuangan syariah masih terbatas dan belum
memiliki pengetahuan ekonomi syariah
yang memadai. Kelima , peran pemerintah baik eksekutif maupun legislatif, masih
rendah terhadap pengembangan ekonomi syariah, karena kurangnya pemahaman dan
pengetahuan mereka tentang ilmu ekonomi Islam
Gerakan Menghadapi Tantangan
Sadar akan berbagai problem
tersebut ditambah dengan kondisi ekonomi bangsa (umat) yang masih terpuruk, maka tiga tahun lalu,
para ekonom muslim yang terdiri dari akademisi dan praktisi ekonomi Islam
se-Indonesia berkumpul di Jakarta, tepatnya di Istana Wakil Presiden Republik
Indonesia pada tanggal 3 Maret 2004 dalam sebuah forum Konvensi Nasional Ekonomi Islam. Keesokan harinya, bertempat
di Universitas Indoensia, yakni pada tanggal 4 Maret 2004,
dideklarasikan-lah lahirnya sebuah wadah
Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI) oleh
para tokoh ekonomi Islam nasional, Gubernur Bank Indonesia, BurhanuddinAbdullah,
ulama (MUI), K.H Maruf Amin, Direktur Utama Bank Muamalat, A.Riawan Amin, Ketua
Umum BAZIS saat itu Ahmad Subianto, dan
pakar ekonomi Islam dari Timur, Prof. Halidey,
dan disaksikan ratusan ahli/akademisi
dan praktisi ekonomi syariah se
Indoensia.
Dari acara konvensi nasional dan deklarasi IAEI tersebut perlu dicatat,
bahwa para akademisi, praktisi, ulama dan regulator (BI), bergabung, bersinergi
dan memiliki visi yang sama untuk mengembangkan ekonomi Islam di Indonesia,
setelah sehari sebelumnya mendapat
dukungan dan respon positif dari Wakil Presiden Republik Indonesia, Hamzah
Haz, saat itu. Ketika itu, ada keyakinan bersama, yaitu
jika berbagai elemen penting dari umat tersebut bersinergi, maka dalam waktu
yang tidak terlalu lama, ekonomi Islam akan mampu memberikan konstribusi yang
besar dan nyata bagi pembangunan ekonomi bangsa yang sekian lama terpuruk dalam
krisis moneter dan ekonomi.
Oleh karena itu IAEI merumuskan visinya, yaitu menjadi wadah para
pakar ekonomi Islam yang memiliki komitmen dalam mengembangkan dan menerapkan
ekonomi syariah di Indonesia.
Sebagai sebuah wadah assosiasi
para pakar dan profesional, IAEI lebih mengutamakan program pengembangan Ilmu Pengetahuan di bidang
ekonomi syariah melalui riset ilmiah untuk dikonturibusikankan bagi pembangunan
ekonomi, baik ekonomi dunia maupun
ekonomi Indonesia. Karena itu IAEI terus bekerja membangun tradisi ilmiah di
kalangan akademisi dan praktisi ekonomi syariah di Indonesia.
Misi IAEI selanjutnya ialah
menyiapkan sumberdaya manusia Indonesia yang berkualitas di bidang ekonomi dan
keuangan Islam melalui lembaga pendidikan dan kegiatan pelatihan. Juga,
membangun sinergi antara lembaga keuangan syariah, lembaga pendidikan dan
pemerintah dalam membumikan ekonomi syariah di Indonesia. Selain itu IAEI juga
akan berusaha membangun jaringan dengan lembaga-lembaga internasional, baik
lembaga keuangan, riset maupun organisasi investor internasional
Peranan IAEI
Dalam perjalanannya yang masih
relatif baru, IAEI telah banyak berperan dalam mengembangkan ekonomi syariah di
Indonesia. IAEI telah banyak menggelar berbagai kegiatan, walaupun dengan
dukungan dana yang terbatas, seperti
Simposium Kurikulum Nasional, Rapat Kerja Nasional I IAEI di Arthaloka, PNM,
Seminar Perbankan Syariah, dsb.
IAEI juga telah melaksanakan
Muktamar IAEI di Medan pada 18-19 September 2005 yang dirangkaikan dengan Seminar dan Simposium Internasional
Ekonomi Islam sebagai Solusi. Pada momentum itu juga dilakukan penyunan draft
blueprint Ekonomi Islam Indonesia.
Pasca muktamar IAEI juga telah
banyak dilaksanakan berbagai program lkegiatan, antara lain, mendorong dan
mengadvise diselengarakannya kajian, konsentrasi maupun Program Stdui Ekonomi
islam, baik di D3, S1, S2 maupun S3 Ekonomi Islam. Berbagai kegiatan seminar
dan workshop ekonomi syariah telah digelar, Silaturrahmi Nasionalk IAEI,
diskusi ilmiah bulanan antar kampus yang secara rutin dilaksanakan.
IAEI juga
berperan aktif dalam penyusunan draft Kompilasi Hukum Ekonomi Islam Indoneia
yang diprakarsai baik oleh BPHN (Departemen Hukum dan Perundang-Undangan)
maupun Mahkamah Agung Republik Indonesia.
Selain itu, IAEI seringkali diundang sebagai pembicara (nara sumber) dalam forum-forum ilmiah tentang
ekonomi Islam, baik taraf nasional maupun internasional. IAEI juga telah
beberapa kali memberikan materi ekonomi dan bank syariah kepada para ulama,
seperti terhadap Korps Muballigh Jakarta dan Majalis Ulama di daerah. IAEI juga telah bekerjasama dengan FoSSEI melaksakanan Olympiade Ekonomi
Syariah memperebutkan piala bergilir IAEI sejak tahun 2007. Penerbitan buletin
ekonomi syariah dan penulisan artikel ekonomi syariah di koran juga telah
banyak dilakukan IAEI.
Selain itu, IAEI juga telah membentuk
kepengurusan IAEI di berbagai wilayah propinsi,
daerah serta komisariat-komisariat di berbagai Perguruan Tinggi. Banyak
di antaranya telah dilantik sebagai pengurus IAEI wilayah maupun komisariat.
Kini terdapat lebih dari 30 Pengurus DPW (Dewan Pimpinan Wilayah) dan
Komisariat IAEI yang tersebar di seluruh Indonesia.
Penutup
Demikianlah peran ekonom muslim yang
tergabung dalam IAEI diusianya yang relatif muda tersebut. Mudah-mudahan
peranan yang dimainkan IAEI di masa depan lebih besar dan signifikan lagi untuk
menegakkan ekonomi yang berkeadilan yang membawa rahmat bagi semua elemen
bangsa. Selanjutnya diharapkan semua lembaga ekonomi syariah, regulator, ulama,
akademisi, para pengusaha (aghniya) hendaknya bersinergi menyatukan langkah
membangun bangsa ini, karena IAEI sebagai sebuah wadah para ahli ekonomi Islam
tidak akan mampu menghadapi tantangan dan problem besar yang sedang kita hadapi
tanpa adanya sinergi dan kebersamaan di antara berbagai elemen tersebut. Dengan
mengharap bantuan Allah dan komitmen kita bersama Insya Allah kemaslahatan
bangsa (kesejahteraan material dan spiritual) dapat terwujud. Amin (Penulis adalah Sekjen IAEI, Dosen
Pascasarjajan PSTTI Ekonomi dan Keuangan Islam Universitas Indonesia dan
Pascasarjana Islamic Economics and Finance Universitas Trisakti dan Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta)
No comments:
Post a Comment